Hormat bendera, simbol kecintaan dan penghormatan terhadap negeri

Sebelum Lebaran lalu, saya melihat iklan di Facebook grup Jejak Petualang, perjalanan ke Krakatau dengan embel-embel Pengibaran Bendera Merah Putih Raksasa, tentunya lengkap dengan Upacara 17 Agustus. Sebelum saya melihat iklan tersebut, saya sudah menerima beberapa ajakan untuk ikut Upacara 17an di gunung ataupun di alam bebas. Saya juga tahu beberapa acara reguler Upacara 17an, seperti di Alun-alun Surya Kencana, puncak Semeru, dan lain-lainnya.

Melihat iklan perjalanan Krakatau itu, saya mencoba mengingat kapan saya terakhir ikut Upacara 17 Agustus, kapan saya terakhir menghormat Bendera Merah Putih. Pertanyaan pertama saya jawab sendiri dengan keraguan, mungkin saat saya kelas 3 SMA. Pertanyaan kedua, saya bisa menjawabnya dengan lebih pasti, saat saya menjalani Latihan Dasar Kemiliteran, itupun karena wajib bukan karena kemauan sendiri. Untuk mengenolkan dan memulai ingatan momen baru, akhirnya saya mendaftar untuk ikut perjalanan tersebut.

Bagi saya, Upacara 17 Agustus dan hormat bendera merah putih hanyalah simbol saja tetapi makna di belakangnya yang harus diresapi dan diamalkan. Mengingat jasa pahlawan yang seperti orang-tua bagi kita, menghargai tanah air sebagai rumah yang perlindungan untuk kita juga tempat mencari makan dan menikmatinya, juga sebagai tempat untuk beribadah, mengembangkan diri dan lain sebagainya. Lebih dari itu, buat saya makna yang paling besar adalah menghormati dan bersyukur atas nikmat segala ciptaan Allah swt.

Di tanggal 17 Agustus, perjalanan pagi dimulai dengan naik perahu ke Anak Krakatau. Duduk bersebelahan dengan saya di atap perahu, seorang muda yang baru mulai ikutan perjalanan-perjalanan pendek seperti ini. Kami berbincang banyak hal, mulai dari kewiraswastaan, pendidikan politeknik sampai menikmati alam untuk keseimbangan hidup. Warna biru air laut sepanjang mata memandang sungguh sangat menyejukkan jika dibandingkan dengan kerumitan lalu lintas Jakarta, biru laut yang memberikan rasa tenang (walaupun deg-degan juga saat perahu terangkat gelombang laut).

Singkat cerita, kami mendarat di pulau Anak Krakatau dan setelah 2 dekade lebih, saya menghormat ke bendera Merah Putih lagi.

Dari pulau Anak Krakatau, rombongan menuju pulau Sebesi untuk bermalam dan saya berkesempatan mengobrol dengan beberapa orang muda lain (sepertinya saya orang paling tua dalam rombongan). Banyak dari mereka baru mulai mencoba merasakan perjalanan-perjalanan pendek menikmati keindahan alam, pergi ke tempat-tempat yang mereka belum pernah kunjungi sebelumnya. Sungguh senang mendengar orang-orang muda ini mau menggunakan uang yang dimilikinya untuk menikmati alam Indonesia yang indah. Saya yakin perjalanan ke alam seperti ini akan sangat berguna bagi mereka, menyeimbangkan jiwa mereka dari kerumitan dan kesulitan hidup.

Saya juga berkesempatan mengobrol dengan mas Hadi, pemilik Traveller Indonesia http://www.travellerindonesia.com, yang dibantu teman-temannya mengelola perjalanan ini. Dari kecintaannya terhadap alam, mas Hadi membuat usaha perjalanan ke alam dengan harga yang kompetitif supaya bisa dirasakan oleh banyak orang. Selain perjalanan ke alam, semangat berwiraswasta-nya juga patut ditularkan ke orang-orang lain terutama generasi muda. Juga usahanya untuk berepot-repot memberi saran dan ajakan ke penduduk-penduduk lokal untuk ikut menggiatkan turisme lokal.

Keesokan hari, saat peserta perjalanan Krakatau pergi ke luar pulau Sebesi untuk snorkeling, saya bersama istri dan seorang teman memilih tinggal. Sempat berbincang sejenak dengan pak Aan, pemilik warung di dekat penginapan pulau Sebesi. Sambil memunguti sampah plastik untuk dijual kembali, beliau sempat bercerita sedikit tentang pulau Sebesi yang memiliki 900 KK ini. Salah satunya adalah status pertanahan pulau ini masih belum jelas hingga saat ini yang membuat investor masih enggan untuk ikut mengembangkan pariwisata lokal. Beliau juga mengatakan kalau tidak ada guru PNS yang mau ditempatkan di pulau Sebesi, yang kemudian memaksa lulusan SMK Kelautan Sebesi yang baru lulus untuk mengajar adik-adiknya. Kami bertiga juga sempat berjalan-jalan masuk ke perkampungan, melihat selintas kehidupan sederhana masyarakat Sebesi.

Ummhhh..mudah-mudahan apa yang dikerjakan mas Hadi Prastia dan pak Aan mengilhami banyak orang di Indonesia untuk berbuat lebih banyak untuk masyarakat dan tanah air Indonesia. Ketimbang seperti pejabat-pejabat negara yang sibuk di liput media atau duduk dibelakang meja diam-diam menyedot uang negara dan rakyat untuk kepentingan pribadi atau sekelompok orang. Terima kasih telah membuat saya menghormat ke bendera merah putih lagi (baca: mencintai, mensyukuri dan berbuat lebih banyak lagi untuk tanah air tercinta).

Hormat benderaaaaaa…grraakk !!

This entry was posted in Kekayaan dari dan antara jiwa and tagged , , , , , . Bookmark the permalink.

Leave a comment